NAMA : EDI SUNARTO
NPM : 0953267
KELAS : E
MAQOM DALAM TASAWUF
Dalam terminologi tasawuf yang dimaksud maqamat sangat berbeda dengan makam dalam istilah umum yang berarti kuburan. Definisi maqamat secara etimologis adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang berarti kedudukan spiritual (English : Station). Maqam arti dasarnya adalah "tempat berdiri", dalam terminologi sufistik berarti tempat atau martabat seseorang hamba di hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-Nya. Dengan arti kata lain, maqam didefinisikan sebagai suatu tahap adab(etika) kepadaNya dengan bermacam usaha diwujudkan untuk satu tujuan pencarian dan ukuran tugas masing-masing yang berada dalam tahapnya sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadah (exercise) menuju kepadanya. Adapun tahapan-tahapan maqom dalam tasawuf antara lain:
Zuhud
Al-Zuhud secara harfiah berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sementara itu menurut Abdu’l-Ha-kim dalam bukunya al-Tashawwuf fil al-syi’ri al-‘Arabi mengatakan bahwa zuhud menurut bahasa Arab materinya tidak berkeinginan. Dikatakan, zuhud pada sesuatu apabila tidak tamak padanya. Dikatakan pada seseorang bila dia menarik diri untuk tekun beribadah dan menghindarkan diri dari keinginan menikmati kelezatan hidup adalah zuhud pada dunia.
Taubah/Tobat
Al-Taubah berasal dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sunggun-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan. Dan menurut Harun Nasution taubat yang dimaksud sufi adalah taubat yang sebenarnya yang tidak akan membawa kepada dosa lagi. Untuk mencapai taubat bagi seorang sufi adakalnya tidak dicapai dalam sekali. Ada kisah yang mengatakan bahwa dapat mencapai tujuh puluh kali taubat, baru akan dapat mencapai tingkat taubat yang sesungguhnya.dan orang yang taubat adalah orang yang cinta pada Allah.
Ridha
Riḍa dalam pandangan Ibn ‘Ata'illah adalah penerimaan secara total terhadap ketentuan dan kepastian Allah. Hal ini didasarkan pada QS. al-Mā’idah ayat 119: (Allah riḍa terhadap mereka, dan mereka ridha kepada Allah), dan juga sabda Rasulullah SAW.:(Orang yang merasakan [manisnya] iman adalah orang yang ridha kepada Allah).Maqam ridha bukanlah maqam yang diperoleh atas usaha salik sendiri. Akan tetapi ridha adalah anugerah yang diberikan Allah.
Waro’
Waro’ = menjaga diri (self protection) dari hal yang haram, baik perbuatan, ucapan, sombong, pangan dan papan. Waro’ kamil (waro’ yang sempurna) = menjaga dari segala sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu mubah, makruh, apalagi haram.
Kefakiran
Kefakiran, berasal dari kata faqir, jamaknya fuqara’ artinya membutuhkan atau memerlukan. Maksudnya adalah orang miskin dan membutuhkan Allah. Kata faqir mengandung pengertian miskin terhadap spiritual dan hasrat yang sangat besar terhadap pengosongan jiwa untuk menuju kepada Allah. Untuk mencapai pengetahuan bahwa Allah itu Maha Esa, Maha Berdiri Sendiri (ghina) sang faqir harus mencapai keadaan hamba sempurna.Faqir adalah orang yang “mengembalikan amanatnya kepada pemiliknya”. Di dalam tasawuf, kata fakir tidak dimaksudkan untuk mereka-mereka yang miskin harta benda duniawi, melainkan mereka yang miskin ruhaniah, yang menyadari kebutuhan mereka terhadap Tuhan. Hati mereka hampa dari rasa cinta terhadap segala sesuatu selain Allah.
Tawakkal
Tawakal adalah menyerahkan segala urusan yang kita hadapi setelah kita berusaha semaksimal mungkin sambil tetap berdo’a. seorang yang bertawakkal kepada Allah adalah orang yang menyerahkan kendali dirinya kepada-Nya, dan berpegang teguh kepada-Nya atas segala urusannya. Barangsiapa telah menetapi semua hal tersebut, maka tiada lagi perencanaan baginya, dan dia berpasrah terhadap perjalanan takdir. Peniadaan perencanaan (isqaţ tadbīr) juga terkait dengan maqām tawakkal dan ridha, hal ini jelas, karena seorang yang ridha maka cukup baginya perencanaan Allah atasnya. Maka bagaimana mungkin dia menjadi perencana bersama Allah, sedangkan dia telah rela dengan perencanan-Nya. Apakah engkau tidak tahu bahwa cahaya ridha telah membasuh hati dengan curahan perencanan-Nya. Dengan demikian, orang yang ridha terhadap Allah telah dianugrahkan baginya cahaya ridha atas keputusan-Nya, maka tiada lagi baginya perencanaan bersama Allah…”
Sabar
sabar dapat di bagi menjadi 3 macam yaitu sabar terhadap perkara haram, sabar terhadap kewajiban, dan sabar terhadap segala perencanaan (angan-angan) dan usaha.Sabar terhadap perkara haram adalah sabar terhadap hak-hak manusia. Sedangkan sabar terhadap kewajiban adalah sabar terhadap kewajiban dan keharusan untuk menyembah kepada Allah. Segala sesuatu yang menjadi kewajiban ibadah kepada Allah akan melahirkan bentuk sabar yang ketiga yaitu sabar yang menuntut salik untuk meninggalkan segala bentuk angan-angan kepada-Nya.“Sabar atas keharaman adalah sabar atas hak-hak kemanusiaan. Dan sabar atas kewajiban adalah sabar atas kewajiban ibadah. Dan semua hal yang termasuk dalam kewajiban ibadah kepada Allah mewajibkan pula atas salik untuk meniadakan segala angan-angannya bersama Allah”.
Oke..... sangat membantu untuk mengetjakan tugas-tugas kuliah.....
BalasHapus